Task

Hit Counter

Sunday, February 21, 2010

Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 UUD 1945


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa  atas segala berkat yang telah di berikanNya, karena tanpa izin dari-Dia penulisan makalah tentang Pendidikan di Indonesia yang berdasarkan kepada Pasal 31 ini dapat  terselesaikan. Penulis sadar bahwa dalam makalah ini masih kurang atau belum sempurna dan bila ada kesalahan baik secara sadar maupun tidak sadar, saya selaku penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.Terima kasih.

PENDAHULUAN
Sesuai dengan Pasal 31 Undang Undang Dasar 1945 dalam perubahannya yang ke-empat yang membahas mengenai pendidikan di indonesia, tertulis dan tercantum bahwa ayat 1 : Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. ayat 2 : Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. ayat 3 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. ayat 4 : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Ayat 5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Ini membuktikan bahwa tanggung jawab Negara atau pemerintah sangatlah besar, karena mereka pun bertanggung jawab atas kemajuan bangsa ini.


PERMASALAHAN
Kepedulian politik pemerintah terhadap pemberantasan kemiskinan pendidikan patut diacungi jempol. Ini dibuktikan dengan pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen sesuai amanat konstitusi 45 dari jumlah total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp. 1.222 triliun untuk tahun 2009. Apabila tahun 2008, anggaran pendidikan hanya berjumlah Rp. 54,2 triliun atau 15,6 persen, maka tahun 2009 berjumlah Rp. 224 triliun atau 20 persen (Jawa Pos, 16/8/2008). Bahkan, anggaran pendidikan 2010 pun juga tidak jauh berbeda dengan 2009.
Namun di tengah kepedulian politik sangat tinggi pemerintah terhadap dunia pendidikan, ternyata masih menyisakan persoalan yang hingga kini belum tersentuh secara serius. Adanya anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ikut bersama orang tuanya ke luar negeri, seperti Malaysia tidak mendapat pelayanan pendidikan dari pemerintah Indonesia sangat jelas merupakan persoalan yang cukup mengejutkan. Berdasarkan hasil survey Borneo Samudera Sendirian Berhad Plantation, jumlahnya mencapai 72.000 orang. Mereka berusia rata-rata di bawah 13 tahun, tidak bisa membaca dan menulis (Kompas, 4 September 2008).
Ini masih belum berbicara jumlah anak-anak TKI di Singapura, Brunai Darussalam dan beberapa negara lain, yang juga kurang dan tidak mendapatkan perhatian sangat tinggi dari pemerintah Indonesia. Yang jelas, jumlah totalnya pun akan semakin besar. Pertanyaannya adalah inikah yang disebut sebuah kepedulian politik sangat tinggi terhadap dunia pendidikan demi mencerdaskan anak-anak bangsa? Terlepas jawabannya "ya" atau "tidak", pemerintah selama ini memang cenderung meremehkan kondisi persoalan tersebut.
Kondisi periferi (daerah pinggiran) seolah dianggap tidak ada sehingga tidak mendapat ruang perhatian secara serius. Ini sungguh ironis. Oleh sebab itu, bila dikaitkan dengan konstitusi dasar 45 pasal 31 ayat (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pasal (2)......., pemerintah wajib membiayainya, maka pemerintah masih diskriminatif terhadap setiap warga negaranya.
Ironis. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi pendidikan kita di daerah perbatasan. Betapa tidak, ketimpangan kualitas pendidikan di kota dengan di daerah sudah terjadi sedemikian rupa sehingga cerita tentang sekolah rubuh di daerah perbatasan atau cerita tentang guru yang lari ke negara tetangga, bukan sekedar mitos belaka. Selanjutnya, untuk memperoleh pemahaman secara lebih mendalam, permasalahan ini dapat kita tinjau dari sudut pandang hak dan kewajiban warga negara.
Melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, sulit untuk membuat gambaran umum untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya. Jika sekilas kita melihat pada sekolah-sekolah unggulan yang ada di kota, mungkin kita bisa berbangga dengan kondisi pendidikan kita saat ini. Sekolah-sekolah tersebut sudah sangat mapan dalam hal fasilitas dan kualitas. Para murid dan guru dari sekolah sekolah elit selalu dimanja dengan fasilitas pendidikan yang lengkap dan mutakhir. Segala proses pembelajaran dijalankan dengan nyaman dan mudah sehingga dapat menghasilkan murid yang berkualitas. Namun, ketika kita melihat kondisi pendidikan di daerah perbatasan, keadaan tersebut sungguh berbanding terbalik.
Tak banyak yang mengetahui atau peduli dengan nasib pendidikan anak-anak di daerah perbatasan. Banyak anak di perbatasan Nusantara yang bernasib malang karena tak dapat memperoleh pendidikan yang bermutu. Di beberapa perkampungan atau dusun di perbatasan Kalimantan misalnya, anak-anak harus berjalan kaki 1-2 jam sejauh hingga 6 Km melintasi hutan dan menuruni bukit untuk mendapatkan pendidikan di sekolah setiap hari.
Potret umum siswa di perbatasan memang sangat memprihatinkan. Namun, nasib para gurunya pun tak kalah memprihatinkan, terutama para guru honorer yang kebanyakan honor komite. Para guru tersebut banyak yang harus mengajar 2-3 kelas sekaligus. Hal ini karena kekurangan tenaga guru di sekolah pedalaman. Guru yang hanya bergaji 100-300 ribu sebulan itu banyak yang dipaksa bekerja ekstra keras bahkan terdapat tuntutan psikologis untuk bekerja lebih besar daripada guru PNS karena status tidak tetap sebagai guru honorer lebih rentan daripada guru berstatus PNS yang meskipun sebulan tak mengajar di sekolah masih akan tetap menerima gaji.
Pendidikan adalah pilar utama dalam kemajuan sutu bangsa. Tanpa pendidikan negara akan hancur disamping bidang lainnya seperti Ekososbudhankam. Suatu dikatakan maju apabila pendidikan negara tersebut berkembang pesat dan memadai. Dengan pendidikan kita bisa mengetahui sesuatu yang tak diketahui menjadi tahu. Dengan pendidikan kita bisa meningkatkan potensi diri dan cara berpikir kita, bahkan dalam suatu riwayat dikatakan, Kalau mau bahagia di dunia haruslah dengan Ilmu, Kalau mau bahagia di akhirat juga dengan Ilmu, Kalau mau bahagia di dunia dan di akhirat juga dengan Ilmu. Disini di tekankan bahwa Ilmu itu sangat penting dan utama, bahkan orang yang berilmu dan bermanfaat bagi orang lain lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan seorang ahli ibadah, tentunya dengan diikuti oleh keimanan dan ketaqwaan.
Salah satu cara mendapatkan ilmu adalah dengan pendidikan. Karena dengan pendidikan seseorang tak akan mudah di bohongi dan di tipu daya. Cara berpikir orang yang berpendidikan dengan tidak bisa diketahui tentunya, seorang yang berpendidikan haruslah mencerminkan bahwa dirinya memanglah orang yang terdidik, dan harus bisa bermanfaat bagi sekitarnya.
Pendidikan merupakan hal kompleks dan luas, sehingga muncul berbagai masalah. Pendidikan memerlukan suatu sistem yang benar-benar bagus dan berkualitas. Di Indonesia menerapkan wajib belajar 9 tahun sedangkan seseorang diterima bekerja rata-rata mempunyai latar belakang pendidikan formal minimal SLTA atau sederajat. Sedangkan pendidikan bukan hanya formal melainkan juga informal, dan keutamaan dari pendidikan adalah pengembangan pola pikir yang lebih baik, bermartabat.
Konstitusi kita melindungi hak kita untuk mendapatkan pendidikan tertuang dalam Undang-undang Dasar Pasal 31 yaitu :
  1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
  2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
  3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang
  4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional
  5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban  serta kesejahteraan umat manusia.
Tetapi sayang sampai saat ini dalam pelaksanaannya belum semua terlaksana. Anak-anak yang harusnya mendapatkan hak pendidikan terpaksa membantu orang tua untuk bisa bertahan hidup sehingga hak-hak dia sebagai anak terabaikan, begitupun yang dapat mengenyam pendidikan dasar hanya sekedar kewajiban dari orang tua. Sedangkan sistem pendidikan yang setiap ganti pemimpin ganti sistem pendidikan, tanpa adanya konsistensi untuk mengembangkan yang sudah baik dan berjalan, sehingga tidak masuk sampai ke sitem terbawah yaitu warga negara tersebut. Sistem pendidian yang harusnya bisa meningkatkan kemimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia kurang dirasakan alias tidak sampai sasaran.

KESIMPULAN
Berdasarkan segala permasalahan yang ditemui diatas maka pemerintah harus mengambil langkah tegas, cepat dan tangkas dalam mengentas kemiskinan pendidikan di semua lini, termasuk nasib pendidikan anak TKI yang berada di luar negeri. Ini sebagai tanggung jawab politik pemerintah Indonesia demi penyelenggaraan pemerataan pendidikan. Anak-anak negeri, termasuk mereka yang tinggal di luar negeri merupakan aset bangsa yang harus diselamatkan. Sebab mereka adalah calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa di masa mendatang.
Meningkatkan kepekaan dan kesadaran pengayoman terhadap setiap warga negaranya di luar negeri, tidak hanya dalam negeri adalah sebuah keniscayaan. Memberikan ruang hak politik yang sama kepada setiap warga negara Indonesia guna mendapat akses pendidikan secara adil serta merata harus dijunjung dengan sedemikian tinggi. Sebab berbicara hak sangat lekat dengan hak dasar hidup setiap warga negara Indonesia yang mendapat pengakuan dan perlindungan hukum dari konstitusi dasar 45.
Oleh karenanya, pemerintah Indonesia pun harus berani menjalankan amanat konstitusi dasar 45 secara kongkrit, harus menjalankannya dengan sedemikian konsisten. Supaya program pengentasan kemiskinan pendidikan bagi anak-anak Indonesia di luar negeri kemudian bisa berjalan secara maksimal dan optimal, maka ada beberapa hal yang harus dilaksanakan pemerintah di bawah kendali langsung Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Pertama, melakukan kerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di Malaysia serta negara-negara lain yang juga dihuni oleh warga negara Indonesia menjadi penting untuk dilakukan sebagai upaya memeroleh database anak-anak Indonesia yang masih buta aksara.
Kedua, mengadakan kerjasama dengan pemerintah luar negeri, seperti Malaysia dan lain seterusnya dimana masyarakat Indonesia berdomisili serta beberapa Non-Governmental Organization (NGO)-nya sebagai upaya mendapat database tambahan yang lebih dan semakin valid terkait anak-anak Indonesia yang masih buta huruf pun harus digelar. Ketiga, selanjutnya membangun sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga atas, dilengkapi dengan segala infrastruktur maupun suprastruktur lainnya di setiap negara asing yang ditujukan untuk menampung setiap anak Indonesia supaya memeroleh pendidikan 12 tahun perlu segera dipraksiskan. Keempat, mengirim(kan) guru-guru berkualitas pun sangat penting untuk dilakukan.

No comments:

Post a Comment