KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat yang telah di berikanNya,
karena tanpa izin dari-Dia penulisan makalah tentang Pendidikan di Indonesia
yang berdasarkan kepada Pasal 31 ini dapat terselesaikan. Penulis sadar bahwa dalam
makalah ini masih kurang atau belum sempurna dan bila ada kesalahan baik secara
sadar maupun tidak sadar, saya selaku penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.Terima
kasih.
PENDAHULUAN
Sesuai
dengan Pasal 31 Undang Undang Dasar 1945 dalam perubahannya yang ke-empat yang
membahas mengenai pendidikan di indonesia, tertulis dan tercantum bahwa ayat 1 :
Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. ayat 2 : Setiap warga Negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. ayat 3 :
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. ayat 4 : Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Ayat 5 : Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia. Ini membuktikan bahwa tanggung jawab Negara atau pemerintah sangatlah
besar, karena mereka pun bertanggung jawab atas kemajuan bangsa ini.
PERMASALAHAN
Kepedulian politik pemerintah terhadap pemberantasan
kemiskinan pendidikan patut diacungi jempol. Ini dibuktikan dengan
pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen sesuai amanat konstitusi ’45 dari jumlah total Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp. 1.222 triliun untuk tahun 2009. Apabila
tahun 2008, anggaran pendidikan hanya berjumlah Rp. 54,2 triliun atau 15,6
persen, maka tahun 2009 berjumlah Rp. 224 triliun atau 20 persen (Jawa Pos,
16/8/2008). Bahkan, anggaran pendidikan 2010 pun juga tidak jauh berbeda dengan
2009.
Namun di tengah kepedulian politik sangat tinggi
pemerintah terhadap dunia pendidikan, ternyata masih menyisakan persoalan yang
hingga kini belum tersentuh secara serius. Adanya anak-anak Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) yang ikut bersama orang tuanya ke luar negeri, seperti Malaysia
tidak mendapat pelayanan pendidikan dari pemerintah Indonesia sangat jelas
merupakan persoalan yang cukup mengejutkan. Berdasarkan hasil survey Borneo
Samudera Sendirian Berhad Plantation, jumlahnya mencapai 72.000 orang. Mereka
berusia rata-rata di bawah 13 tahun, tidak bisa membaca dan menulis (Kompas, 4
September 2008).
Ini masih belum berbicara jumlah anak-anak TKI di
Singapura, Brunai Darussalam dan beberapa negara lain, yang juga kurang dan
tidak mendapatkan perhatian sangat tinggi dari pemerintah Indonesia. Yang
jelas, jumlah totalnya pun akan semakin besar. Pertanyaannya adalah inikah yang
disebut sebuah kepedulian politik sangat tinggi terhadap dunia pendidikan demi
mencerdaskan anak-anak bangsa? Terlepas jawabannya "ya" atau
"tidak", pemerintah selama ini memang cenderung meremehkan kondisi
persoalan tersebut.
Kondisi periferi (daerah pinggiran) seolah dianggap tidak
ada sehingga tidak mendapat ruang perhatian secara serius. Ini sungguh ironis.
Oleh sebab itu, bila dikaitkan dengan konstitusi dasar ’45 pasal 31 ayat (1) setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan dan pasal (2)......., pemerintah wajib
membiayainya, maka pemerintah masih diskriminatif terhadap setiap warga
negaranya.
Ironis.
Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi pendidikan kita di daerah
perbatasan. Betapa tidak, ketimpangan kualitas pendidikan di kota dengan di
daerah sudah terjadi sedemikian rupa sehingga cerita tentang sekolah rubuh di
daerah perbatasan atau cerita tentang guru yang lari ke negara tetangga, bukan
sekedar mitos belaka. Selanjutnya, untuk memperoleh pemahaman secara lebih
mendalam, permasalahan ini dapat kita tinjau dari sudut pandang hak dan
kewajiban warga negara.
Melihat kondisi
pendidikan di Indonesia saat ini, sulit untuk membuat gambaran umum untuk
menjelaskan situasi yang sebenarnya. Jika sekilas kita melihat pada
sekolah-sekolah unggulan yang ada di kota, mungkin kita bisa berbangga dengan
kondisi pendidikan kita saat ini. Sekolah-sekolah tersebut sudah sangat mapan
dalam hal fasilitas dan kualitas. Para murid dan guru dari sekolah sekolah elit
selalu dimanja dengan fasilitas pendidikan yang lengkap dan mutakhir. Segala
proses pembelajaran dijalankan dengan nyaman dan mudah sehingga dapat
menghasilkan murid yang berkualitas. Namun, ketika kita melihat kondisi
pendidikan di daerah perbatasan, keadaan tersebut sungguh berbanding terbalik.
Tak
banyak yang mengetahui atau peduli dengan nasib pendidikan anak-anak di daerah
perbatasan. Banyak anak di perbatasan Nusantara yang bernasib malang karena tak
dapat memperoleh pendidikan yang bermutu. Di beberapa perkampungan atau dusun
di perbatasan Kalimantan misalnya, anak-anak harus berjalan kaki 1-2 jam sejauh
hingga 6 Km melintasi hutan dan menuruni bukit untuk mendapatkan pendidikan di
sekolah setiap hari.
Potret
umum siswa di perbatasan memang sangat memprihatinkan. Namun, nasib para
gurunya pun tak kalah memprihatinkan, terutama para guru honorer yang
kebanyakan honor komite. Para guru tersebut banyak yang harus mengajar 2-3
kelas sekaligus. Hal ini karena kekurangan tenaga guru di sekolah pedalaman.
Guru yang hanya bergaji 100-300 ribu sebulan itu banyak yang dipaksa bekerja
ekstra keras bahkan terdapat ‘tuntutan psikologis’
untuk bekerja lebih besar daripada guru PNS karena status tidak tetap sebagai
guru honorer lebih rentan daripada guru berstatus PNS yang meskipun sebulan tak
mengajar di sekolah masih akan tetap menerima gaji.
Pendidikan
adalah pilar utama dalam kemajuan sutu bangsa. Tanpa pendidikan negara akan
hancur disamping bidang lainnya seperti Ekososbudhankam. Suatu dikatakan maju
apabila pendidikan negara tersebut berkembang pesat dan memadai. Dengan
pendidikan kita bisa mengetahui sesuatu yang tak diketahui menjadi tahu. Dengan
pendidikan kita bisa meningkatkan potensi diri dan cara berpikir kita, bahkan
dalam suatu riwayat dikatakan, Kalau mau bahagia di dunia haruslah dengan Ilmu,
Kalau mau bahagia di akhirat juga dengan Ilmu, Kalau mau bahagia di dunia dan
di akhirat juga dengan Ilmu. Disini di tekankan bahwa Ilmu itu sangat penting
dan utama, bahkan orang yang berilmu dan bermanfaat bagi orang lain lebih
tinggi kedudukannya dibandingkan dengan seorang ahli ibadah, tentunya dengan
diikuti oleh keimanan dan ketaqwaan.
Salah
satu cara mendapatkan ilmu adalah dengan pendidikan. Karena dengan pendidikan
seseorang tak akan mudah di bohongi dan di tipu daya. Cara berpikir orang yang
berpendidikan dengan tidak bisa diketahui tentunya, seorang yang berpendidikan
haruslah mencerminkan bahwa dirinya memanglah orang yang terdidik, dan harus
bisa bermanfaat bagi sekitarnya.
Pendidikan merupakan hal kompleks dan luas, sehingga muncul berbagai masalah. Pendidikan memerlukan suatu sistem yang benar-benar bagus dan berkualitas. Di Indonesia menerapkan wajib belajar 9 tahun sedangkan seseorang diterima bekerja rata-rata mempunyai latar belakang pendidikan formal minimal SLTA atau sederajat. Sedangkan pendidikan bukan hanya formal melainkan juga informal, dan keutamaan dari pendidikan adalah pengembangan pola pikir yang lebih baik, bermartabat.
Pendidikan merupakan hal kompleks dan luas, sehingga muncul berbagai masalah. Pendidikan memerlukan suatu sistem yang benar-benar bagus dan berkualitas. Di Indonesia menerapkan wajib belajar 9 tahun sedangkan seseorang diterima bekerja rata-rata mempunyai latar belakang pendidikan formal minimal SLTA atau sederajat. Sedangkan pendidikan bukan hanya formal melainkan juga informal, dan keutamaan dari pendidikan adalah pengembangan pola pikir yang lebih baik, bermartabat.
Konstitusi kita
melindungi hak kita untuk mendapatkan pendidikan tertuang dalam Undang-undang
Dasar Pasal 31 yaitu :
- Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
- Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya
- Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang
- Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional
- Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan
peradaban
serta kesejahteraan umat manusia.
Tetapi sayang
sampai saat ini dalam pelaksanaannya belum semua terlaksana. Anak-anak yang
harusnya mendapatkan hak pendidikan terpaksa membantu orang tua untuk bisa
bertahan hidup sehingga hak-hak dia sebagai anak terabaikan, begitupun yang
dapat mengenyam pendidikan dasar hanya sekedar kewajiban dari orang tua.
Sedangkan sistem pendidikan yang setiap ganti pemimpin ganti sistem pendidikan,
tanpa adanya konsistensi untuk mengembangkan yang sudah baik dan berjalan,
sehingga tidak masuk sampai ke sitem terbawah yaitu warga negara tersebut.
Sistem pendidian yang harusnya bisa meningkatkan kemimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia kurang dirasakan alias tidak sampai sasaran.
KESIMPULAN
Berdasarkan segala permasalahan yang ditemui diatas maka
pemerintah harus mengambil langkah tegas, cepat dan tangkas dalam mengentas
kemiskinan pendidikan di semua lini, termasuk nasib pendidikan anak TKI yang
berada di luar negeri. Ini sebagai tanggung jawab politik pemerintah Indonesia
demi penyelenggaraan pemerataan pendidikan. Anak-anak negeri, termasuk mereka
yang tinggal di luar negeri merupakan aset bangsa yang harus diselamatkan.
Sebab mereka adalah calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa di masa
mendatang.
Meningkatkan kepekaan dan kesadaran pengayoman terhadap
setiap warga negaranya di luar negeri, tidak hanya dalam negeri adalah sebuah
keniscayaan. Memberikan ruang hak politik yang sama kepada setiap warga negara
Indonesia guna mendapat akses pendidikan secara adil serta merata harus
dijunjung dengan sedemikian tinggi. Sebab berbicara hak sangat lekat dengan hak
dasar hidup setiap warga negara Indonesia yang mendapat pengakuan dan
perlindungan hukum dari konstitusi dasar ’45.
Oleh karenanya, pemerintah Indonesia pun harus berani
menjalankan amanat konstitusi dasar ’45 secara kongkrit, harus menjalankannya dengan sedemikian
konsisten. Supaya program pengentasan kemiskinan pendidikan bagi anak-anak
Indonesia di luar negeri kemudian bisa berjalan secara maksimal dan optimal,
maka ada beberapa hal yang harus dilaksanakan pemerintah di bawah kendali
langsung Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Pertama, melakukan
kerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di Malaysia
serta negara-negara lain yang juga dihuni oleh warga negara Indonesia menjadi
penting untuk dilakukan sebagai upaya memeroleh database anak-anak Indonesia
yang masih buta aksara.
Kedua, mengadakan
kerjasama dengan pemerintah luar negeri, seperti Malaysia dan lain seterusnya
dimana masyarakat Indonesia berdomisili serta beberapa Non-Governmental
Organization (NGO)-nya sebagai upaya mendapat database tambahan yang lebih dan
semakin valid terkait anak-anak Indonesia yang masih buta huruf pun harus digelar.
Ketiga, selanjutnya membangun sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga atas,
dilengkapi dengan segala infrastruktur maupun suprastruktur lainnya di setiap
negara asing yang ditujukan untuk menampung setiap anak Indonesia supaya
memeroleh pendidikan 12 tahun perlu segera dipraksiskan. Keempat, mengirim(kan)
guru-guru berkualitas pun sangat penting untuk dilakukan.
No comments:
Post a Comment